Akhir-akhir
ini, kita masyarakat Nias dapat merasakan bahwa daerah ini sedang mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Perkembangan ini pertama kali tampak setelah
terjadinya gempa bumi pada tahun 2005 silam. Sejak saat itu, pembangunan terus
menerus dilakukan. Ada yang hanya sekedar perbaikan kecil atau sedang, ada yang
perbaikan total, dan ada juga pembangunan gedung-gedung atau bangunan-bangunan
baru.
Pada masa itu, banyak relawan dari dalam dan
luar negeri yang datang ke Pulau Nias. Mereka banyak memberikan sumbangan dan
bantuan. Lapangan pekerjaan, sosialisasi dan penyuluhan, pengenalan teknologi
baru, serta penanaman kreativitas dan inovasi adalah contohnya. Oleh sebab itu,
kita patut bersyukur bahwa kita mendapat perhatian yang cukup besar. Belum lagi
dengan perhatian yang diberikan oleh pemerintah pusat.
Seiring dengan berjalannya waktu, para relawan
tersebut meninggalkan Pulau Nias. Hal ini menyebabkan pemerintah termasuk
masyarakat dituntut untuk mandiri. Kita sebagai warga harus memikirkan cara
agar daerah kita dapat terus berkembang menjadi sebuah daerah yang maju. Salah
satu tindakan yang pernah diambil oleh pemerintah adalah melakukan pemekaran wilayah
Kabupaten Nias menjadi 3 kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Nias, Kabupaten
Nias Utara, Kabupatan Nias Barat, dan Kota Gunungsitoli. Tindakan ini dinilai
sangat baik karena akan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan, misalnya
Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Dengan wilayah kekuasaan yang lebih sempit,
pemerintah dapat lebih mudah mengatur dan mengelola wilayahnya. Hal ini juga
menjadi faktor yang mendukung perkembangan Pulau Nias. Perkembangan dan
perubahan pun terjadi di mana-mana. Bangunan-bangunan kantor yang nyaman, jalan
yang lebar dan mulus, pertokoan yang besar, serta pasar swalayan yang mulai ada
di beberapa tempat. Setidaknya itulah yang saya lihat di Kota Gunungsitoli.
Beberapa waktu terakhir, kita mengetahui bahwa
Pulau Nias ini akan dikembangkan menjadi sebuah provinsi. Ide ini dinilai
sangat baik karena Pulau Nias sebenarnya sangat berpotensi. Mulai dari
pariwisata dan budaya, pertanian, serta perikanan dan kelautan. Tentu saja ide
ini didukung dengan perkembangan yang telah terjadi. Mulai dari pembangunan,
pertumbuhan ekonomi masyarakat, pendidikan, dan sebagainya.
Namun masih ada beberapa sektor yang masih
kurang terjamah atau belum berjalan sempurna. Kelestarian lingkungan hidup. Ya,
di sana-sini kita masih mendapati masalah lingkungan hidup. Apa itu lingkungan
hidup? Menurut
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
menyatakan bahwa lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lainnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa lingkungan hidup adalah suatu ruang
yang ditempati bersama oleh makhluk hidup dan benda tak hidup yang memiliki
pengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup yang bersangkutan. Adapun contoh
lingkungan hidup yaitu hutan, sungai, sawah, laut, dan lainnya. Lingkungan
hidup kita sebagai manusia adalah tempat di mana kita mengadakan aktivitas,
misalnya lingkungan rumah, tempat kerja, sekolah, taman, pasar, lapangan, jalan
raya, dan sebagainya. Tempat-tempat tersebut memiliki perngaruh bagi kehidupan
kita.
Masalah
lingkungan hidup di Indonesia saat ini yaitu illegal logging/pembalakan liar, pencemaran air, polusi udara, asap
dan kabut dari kebakaran hutan, kebakaran hutan, perambahan suaka margasatwa, perburuan
liar, perusakan terumbu karang, pembuangan sampah tanpa pemisahan/pengolahan,
serta semburan lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur. Sementara di daerah kita, Pulau
Nias yang tercinta ini, masalah lingkungan hidup yang kita hadapi tidak terlalu
berat karena belum adanya industri-industri besar. Walaupun demikian, terdapat
beberapa masalah yang kalau dilihat sepintas hanyalah masalah biasa. Namun jika
terus dibiarkan tanpa ada penyelesaian, masalah tersebut bisa menjadi masalah
yang berat. Apalagi sekarang ini kita sedang dalam perjalanan untuk mewujudkan
cita-cita menjadi sebuah provinsi.
Masalah lingkungan hidup yang sangat
memprihatinkan di Pulau Nias adalah sampah. Sekarang
ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, sampah juga semakin banyak.
Kita dapat menemui sampah-sampah diletakkan bukan pada tempatnya. Bahkan
kadang, orang melakukannya dengan sadar atau sengaja. Kita tahu itu perbuatan
yang salah, tetapi masih saja dilakukan. Perbuatan membuang sampah sembarangan
ini sering dilakukan karena menganggap remeh dan kurangnya kesadaran diri.
Mungkin kita merasa sampah yang dibuang berukuran kecil, toh cuma
sekali-sekali. Namun coba bayangkan jika ribuan penduduk Nias membuang sampah
sembarangan, kita pasti dapat menemukan sampah di setiap senti tanah yang kita
pijak.
Sampah atau limbah terbagi
atas limbah rumah tangga, limbah industri, limbah pertanian, dan limbah
pertambangan. Jika sampah atau limbah tersebut dibuang sembarangan, maka dapat
menyebabkan pencemaran udara, air, tanah, dan termasuk suara. Macam-macam
pencemaran tersebut tentu saja tidak baik untuk kesehatan dan kenyamanan kita.
Beberapa tahun yang lalu,
tong-tong sampah besar telah diletakkan di beberapa tempat, termasuk di
pemukiman warga. Namun, ada saja masyarakat yang tidak memanfaatkan tong sampah
tersebut. Mereka malah membuang sampah di sungai ataupun di selokan air.
Kebiasaan buruk ini bisa kita lihat di tempat yang dekat dengan sungai,
misalnya di Pasar Nou. Banyak penjual dan penduduk yang tidak bertanggungjawab
dengan seenaknya saja membuang sampah di sungai.
Sangat penting untuk kita
ketahui bahwa membuang sampah di saluran air dan sungai akan menimbulkan
beberapa efek. Yang pertama, sampah yang dibuang di saluran air atau selokan
bisa menumpuk pada suatu titik. Dalam kondisi seperti ini, air tidak dapat
mengalir dengan lancar. Sehingga air tergenang dan bisa menjadi sumber
penyakit. Genangan air yang kotor ini tentunya akan menimbulkan rasa jijik
orang yang melihatnya, apalagi jika selokan atau biasa disebut parit ini
terbuka (belum ditutup dengan semen atau papan). Selain itu, sampah yang
tertimbun di selokan atau sungai membuat air di dalamnya meluap ketika hujan.
Baik luapan air skala kecil
maupun besar, kedua-keduanya merugikan masyarakat. Luapan air dalam skala yang
kecil, yaitu genangan air di jalan. Hal ini sering terjadi jika musim hujan dan
sangat mengganggu pengguna jalan, apalagi para pejalan kaki. Genangan airnya
pun cukup tinggi, bisa selutut. Di Kota Gunungsitoli, langganan genangan air
ini contohnya di dekat Pasar Pagi. Masih untung kalau airnya saja yang
menggenangi jalan, kalau banyak sampah yang ikut berenang? Belum lagi jika ada
bebauan, pasti kita sangat terganggu.
Luapan dalam skala besar
yaitu banjir. Masyarakat Kota Gunungsitoli pernah merasakan banjir akibat
luapan Sungai Nou. Kejadian ini terjadi pada akhir November 2013. Setidaknya puluhan rumah terendam di Jalan Supomo dan Jalan Ampera,
Desa Mudik, atau dekat Kantor Wali Kota Gunungsitoli. Sebelum banjir ini,
kawasan ini juga pernah “dikunjungi” banjir pada Desember 2012.
Kejadian-kejadian ini disebabkan oleh aktivitas yang sepele, yaitu membuang
sampah sembarangan.
Kedua, membuang sampah di
sungai atau saluran air akan menyebabkan pencemaran air. Misalnya membuang
minyak bekas memasak, deterjen atau sabun, pewarna tekstil, dan bahan-bahan
kimia lain. Bahan-bahan tersebut akan mengalir mengikuti aliran sungai. Kita
pasti mengetahui bahwa banyak masyarakat Pulau Nias yang bergantung pada air
sungai. Bayangkan jika air sungai sudah tercemar, lalu dari mana mereka bisa
mendapatkan air? Seperti warna air Sungai Nou yang sekarang ini sangat berbeda
dengan tahun-tahun silam. Dari situ terlihat jelas bahwa sudah banyak sampah
yang melewati dan tertimbun di Sungai Nou. Selain itu jika kondisi air mulai
tidak baik, ekosistem sungai akan terganggu. Hal ini pasti memiliki dampak
buruk bagi manusia, organisme yang hidup di air, serta keseimbangan alam.
Ketiga, membuang sampah di
sungai atau saluran air berarti memindahkan sampah ke laut. Laut bukanlah suatu
tempat untuk membuang sampah. Sampah seharusnya dibuang di Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) atau Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang letaknya di darat atau
tanah. Sampah-sampah yang ada di tempat ini akan di-filter kemudian diolah lebih lanjut. Misalnya di daur ulang atau
dijadikan kompos, sehingga sampah tidak menggunung begitu saja. Sampah yang ada
di laut akan mengganggu ekosistem laut.
Selain itu, sampah akan mengganggu
wisata bahari. Seperti yang kita ketahui bersama, Pulau Nias memiliki banyak
pantai yang indah serta memiliki potensi wisata. Namun di sana-sini masih
banyak kelemahan. Mulai dari dana, Sumber Daya Manusia (SDM), dan termasuk
sampah. Sampah-sampah tersebut ada yang dibuang ke laut secara langsung, ada
juga yang tidak. Sampah yang dibuang secara tidak langsung sering disebut
dengan sampah kiriman.
Kalau kita sebagai Ono Niha
ingin pantai-pantai yang ada di Tanö Niha menjadi tempat wisata, kita wajib
bergerak tanpa menunggu aba-aba dari pemerintah. Misalnya warga di sekitar
pantai mengadakan pembersihan pantai pada waktu-waktu tertentu. Kalau kita mau
maju, kita juga harus bersedia melakukan hal seperti itu.
Masih berbicara tentang
sampah, kita masyarakat Nias belum menerapkan pemisahan sampah antara sampah
organik dan sampah anorganik. Pemerintah sudah meletakkan tempat sampah yang
dipisah antara sampah organik dan anorganik di beberapa tempat, namun tidak
dipergunakan sesuai fungsinya. Apa masyarakat Nias tidak bisa membaca tulisan
“SAMPAH ORGANIK” dan “SAMPAH ANORGANIK”? Tentu saja bisa. Hanya saja, kesadaran
diri dan pemahaman masyarakat tentang hal ini masih kurang.
Pemisahan sampah itu sangat
bermanfaat, yaitu untuk memisahkan sampah yang dapat membusuk atau terurai (degradable) dan sampah yang tidak dapat
membusuk atau terurai (undegradable).
Sampah yang dapat membusuk dapat dijadikan kompos, misalnya kulit buah, daun,
ranting, dan lain-lain. Bahkan di tangan orang yang kreatif, sampah-sampah
tersebut bisa disulap menjadi sebuah karya yang memiliki nilai jual. Sedangkan
sampah yang tidak dapat membusuk dapat didaur ulang. Jika masyarakat sudah
lebih dulu memisahkan sampah, penyaringan di TPA akan lebih mudah.
Sayangnya, pemerintah masih
kurang tegas dalam penerapan pemisahan sampah ini. Sehingga masyarakat juga
bersikap acuh tak acuh. Mungkin ada satu dua orang yang peduli, namun bagaimana
yang lain? Di sini kita bisa pahami bahwa
mewujudkan atau menciptakan sesuatu yang baik tidak bisa dilakukan
sendiri. Jika hanya segelintir orang saja yang peduli, itu sama saja bohong. Oleh
karena itu, kita perlu bekerja sama, termasuk dengan pemerintah sebagai
pengawasnya.
Di daerah Nias juga sering
ada musim buah-buahan. Misalnya musim kueni, musim langsat, dan musim yang
paling populer adalah musim durian. Pada waktu-waktu ini, banyak pedagang buah
musiman yang berdagang di trotoar atau pinggir jalan. Masalahnya adalah banyak
pedagang dan pembeli yang tidak bertanggungjawab terhadap sampah buah-buahan tersebut.
Tentunya sampah-sampah yang berserakan akan mengganggu pandangan mata serta bau
yang ditimbulkan akan mengganggu penciuman.
Selain itu, masyarakat
mempunyai kebiasaan yang bisa dikatakan tidak baik dalam menangani masalah
sampah. Membakar sampah. Jika kita pikir sepintas, membakar sampah adalah salah
satu solusi untuk mengurangi sampah. Hal tersebut bisa dibenarkan. Namun
sebenarnya kegiatan membakar sampah bisa disamakan dengan merubah wujud sampah
menjadi gas dan memindahkannya di lapisan ozon.
Dampak buruk membakar sampah yaitu menimbulkan pencemaran udara. Asap dari pembakaran sampah selain akan mencemari udara, juga menimbulkan masalah kesehatan. Beberapa penyakit gangguan pernafasan terjadi karena polusi akibat pembakaran sampah. Membakar sampah juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya pemanasan global. Pemanasan global membuat suhu permukaan bumi semakin panas. Selanjutnya akan diikuti dengan mencairnya lapisan es di daerah kutub. Dengan mencairnya lapisan es, permukaan air laut menjadi lebih tinggi. Hasil akhirnya adalah menenggelamkan banyak daerah pantai, kota yang terletak di pesisir, atau sering dikenal dengan banjir rob.
Masalah lingkungan hidup
selanjutnya adalah polusi udara. Sekarang ini, kebutuhan akan kendaraan
meningkat, terutama kendaraan bermotor. Sekarang daerah Nias, kendaraan menjadi
salah satu gaya hidup. Asap dari kendaraan bermotor mengandung beberapa zat
yang berbahaya, namun kita masih kurang paham mengenai hal ini. Zat-zat
tersebut antara lain gas CO (karbon monoksida), CO2 (karbon
monoksida), timbal, dan kabut karbon. Efek utamanya adalah menyebabkan gangguan
pernafasan. Selain itu, zat-zat tersebut bersifat racun bagi tubuh kita.
Selain asap kendaraan
bermotor, penyebab polusi udara (polutan) yang lain adalah asap rokok. Asap
rokok mengandung zat-zat berbahaya seperti gas CO, nikotin, tar, dan lain-lain.
Asap rokok sangat menggangu dan merusak kesehatan mulai dari yang ringan
(batuk) sampai yang kronik (kanker paru-paru dan penyakit jantung. Dan tidak
hanya si perokok yang dirugikan, orang di sekitar juga ikut merasakan getahnya.
Sekarang ini tidak dapat dipungkiri bahwa jumlah masyarakat Nias yang merokok
semakin banyak. Kebiasaan ini juga mulai menyebar di kalangan remaja. Jika
kebiasaan ini terus dibiarkan, polusi udara pun semakin meningkat. Harusnya
pemerintah bersikap tegas memberikan sanksi bagi perokok, apalagi yang merokok
di tempat atau kendaraan umum.
Polusi udara juga dapat
disebabkan oleh sampah. Sampah yang menumpuk dan menghasilkan bau yang tajam sangat
mengganggu masyarakat. Sampah yang menumpuk itu wajar, kita tidak mungkin kan menahan sampah untuk tidak dibuang.
Yang salah itu ketika kita membuang atau menumpuk sampah pada yang bukan
tempatnya. Mengapa? Karena sampah yang dibuang bukan pada tempatnya tidak akan
diangkut oleh mobil pengangkut sampah. Sehingga sampah-sampah tersebut
menggunung dan menghasilkan bau busuk.
Hal seperti ini terjadi di
Pasar Ya’ahowu, Kota Gunungsitoli. Di seberang jalan toko-toko pakaian, ada
pasar ikan dan daging. Kondisi Pasar Ya’ahowu sangat nyaman. Luas, bersih, dan
rapi. Beragam produk yang dipajang memuaskan mata. Namun hidung tidak bisa
berbohong. Bau busuk dari seberang jalan menyebar ke toko-toko. Ya, namanya
juga pasar ikan pasti menimbulkan bau yang tidak sedap. Namun bau tersebut juga
“disumbangkan” dari sampah yang menumpuk di muara Sungai Nou. Kita bisa lihat
sendiri di bawah jembatan banyak sampah yang nangkring di sana.
Sampai sekarang, masyarakat
pesisir Pulau Nias memiliki kebiasaan membuang sampah ke laut. Mereka
beranggapan itu adalah solusi yang baik. Padahal itu malah menimbulkan
masalah-masalah lain seperti yang sudah dibahas di awal. Seharusnya pemerintah
secara berkesinambungan memberikan pemahaman tentang ini kepada masyarakat. Dan
pemerintah juga tidak boleh disalahkan, karena masih banyaknya masyarakat yang
“membangkang” atau kurang kesadaran untuk menjaga kebersihan.
Kembali ke perbincangan
tentang polusi udara, pemerintah telah melakukan berbagai tindakan, salah
satunya penanaman pohon di pinggir jalan. Hal ini sangat bermanfaat karena
dapat mengurangi karbon dioksida dan menghasilkan oksigen (udara untuk
pernafasan). Selain itu, dapat memperindah suasana. Tetapi sangat disayangkan,
hanya beberapa tanaman yang mampu bertahan hidup. Di Kota Gunungsitoli,
pemerintah kota telah menanam pohon palem di pot-pot dan meletakkannya di
trotoar. Awal-awal penanaman, tanaman itu masih segar, namun karena kurangnya
perawatan, tanaman itu pun mati.
Penelantaran seperti ini
cukup mengecewakan. Selain tidak berhasil mengambil manfaatnya, anggaran atau
dana juga terbuang sia-sia. Coba kalau dari awal sudah terawat, dana tidak
terbuang percuma. Kegagalan ini menuntut kita atau pemerintah untuk melakukan
hal yang serupa lagi. Dana kembali keluar. Bagus kalau berhasil, kalau tidak?
Oleh sebab itu, pemerintah harus konsisten atas tindakan yang diambilnya.
Jangan berbuat, tapi tidak
bertanggungjawab.
Setelah sampah dan polusi
udara, Pulau Nias memiliki masalah lingkungan yang lain. Kerusakan hutan.
Sekarang ini bisa kita lihat sendiri wilayah hutan atau perkebunan mulai.
Bertambahnya jumlah penduduk membuat kebutuhan akan tanah dan papan juga
bertambah. Salah satu cara yang ditempuh adalah menjadikan lahan
hutan/perkebunan menjadi perumahan dan pepohonan menjadi kayu. Padahal hutan
sangat berguna bagi manusia. Namun jika tidak dilakukan, mau bikin rumah di mana? Serba salah.
Kerusakan hutan juga
disebabkan karena pengerukan batu di tebing atau bukit. Di beberapa kawasan di
Pulau Nias, ada pengerukan besar-besaran, misalnya di Jalan Dipenogoro Km 3.
Tebing batu dihancurkan agar wilayah tersebut rata untuk dijadikan perumahan.
Padahal di tebing itu banyak pepohonan.
Untuk menjaga kelestarian
hutan, pemerintah juga sudah melakukan berbagai tindakan, yaitu reboisasi.
Misalnya kegiatan menanam pohon telah
dilaksanakan melalui kegiatan Kebun Bibit Rakyat yang telah menanam 500.000
bibit pohon mahoni sepanjang tahun 2013 ini. Kegiatan ini sangat baik dan
bermanfaat. Apalagi jika dilakukan secara berkesinambungan.
Ada satu hal yang sangat penting untuk diingat. Adanya
penanaman kembali (reboisasi) bukan berarti kita bisa menebang pohon seenaknya
saja. Perlu diketahui bahwa hanya butuh waktu sebentar untuk merusak hutan,
namun butuh waktu yang sangat lamu untuk mengembalikan keadaan hutan.
Pengertian inilah yang harus disosialisasikan kepada warga.
Masih seputar masalah lingkungan hidup yang dihadapi di Pulau
Nias ini. Burung Beo Nias, hewan endemik Pulau Nias, populasinya semakin
menurun. Karena keindahan dan kepintarannya menirukan suara, hewan ini diburu
untuk dijadikan peliharaan. Kegiatan memelihara hewan langka adalah kegiatan
yang salah. Hewan langka itu dilindungi dan dilestarikan, bukan terkurung
dikandang, diberi makanan yang tidak alami, dan tidak dapat hidup bebas serta
berkembangbiak.
Masih ada beberapa masalah lingkungan hidup lain.
Masalah-masalah tersebut saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain,
sehingga tidak akan habis jika dipaparkan. Misalnya abrasi karena kurangnya
hutan bakau, tanah longsor karena kurangnya hutan, air tanah semakin berkurang,
dan sebagainya.
Sebagai wilayah yang ingin maju, kita harus bersedia
berkorban. Kita harus bersedia meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang
dapat merusak lingkungan. Pemerintah juga tidak boleh bosan dan lengah dalam
mengawasi masalah ini. Sosialisasi harus sering dilakukan karena masih banyak
masyarakat yang kurang pemahaman dan kesadaran dirinya. Dan jika
masalah-masalah lain bermunculan pasti kita juga yang repot. Misalkan beberapa
tahun lagi Pulau Nias memiliki pabrik atau industri besar, apakah kita bisa
mengatasi masalah baru yang akan muncul?
Seperti yang telah
dipaparkan di awal, lingkungan hidup memiliki pengaruh bagi kehidupan manusia.
Jika kondisi lingkungan memburuk, kehidupan kita akan terganggu pula. Makanya
perlu ada koordinasi antara warga dan pemerintah. Kedua pihak harus peduli.
Tindakan-tindakan yang baik harus dilakukan secara konsisten, jangan sebentar
muncul sebentar hilang. Karena pada saat kita ramah pada lingkungan, lingkungan
juga akan ramah pada kita.
DINTA GRACIA BAEHA
XI IPA 1
Web/blog : ...
KOMENTARI "KETIKA KATA “PEDULI” TIDAK HANYA SEKEDAR UCAPAN"
0 komentar:
Posting Komentar