Dalam menjalani hidup, pasti kita
sering memiliki paradigma. Paradigma tetang diri sendiri, tentang orang lain,
ataupun tentang kehidupan pada umumnya. Kadang paradigma kita benar, dan tidak
jarang juga malah keliru. Sebenarnya apa sih paradigma itu? Itu membangun atau
tidak sih?
Paradigma adalah cara kamu
memandang sesuatu, pandanganmu, kerangka
acuanmu, atau keyakinanmu. Mungkin kamu tahu, bahwa paradigma kita sering
sekali keliru, sehingga menciptakan keterbatasan. Umpamanya, mungkin kamu yakin
bahwa kamu tidak akan bisa jadi juara. Namun ingatlah, bahwa Ptolemy pun sama
yakinnya bahwa bumi adalah pusat dari alam semesta.
Paradigma itu seperti
kacamata. Kalau kamu memiliki paradigma yang tidak lengkap tentang diri sendiri,
itu sama seperti menggunakan kacamata yang keliru ukurannya. Lensanya akan
memengaruhi bagaimana kamu melihatnya. Akibatnya, yang kamu dapatkan adalah apa
yang kamu lihat. Kalau kamu percaya kamu kurang pandai, keyakinanmu itu akan
menjadikanmu kurang pandai. Dan sebaliknya, kalau kamu percaya kamu cerdas,
keyekinanmu itu akan mewarnai apa pun yang kamu lakukan.
Selain paradigma
tentang diri sendiri, kita juga memiliki paradigma tentang orang lain. Kita
sering sekali melihat orang lain dengan cara pandang yang salah. Padahal tidak
jarang paradigma kita tidak lengkap,
tidak tepat, atau bahkan benar-benar keliru. Akibatnya sering sekali kita salah
menilai orang lain atau mencap orang lain yang tidak-tidak. Padahal dari sudut
pandang kita yang terbatas, kita jarang melihat gambaran keseluruhannya, atau
punya semua faktanya. Kalau kamu yakin temanmu jahat, kamu akan mencari bukti-bukti
yang mendukung keyakinanmu, menemukannya dan ia akan tetap jahat di matamu.
Ada sebuah kisah
yang menarik untuk diperhatikan tentang paradigma.
Seorang wanita sedang menunggu di bandara suatu malam. Masih ada
beberapa jam sebelum jadwal terbangnya tiba. Untuk membuang waktu, ia membeli
buku dan sekantong kue di toko bandara, lalu menemukan tempat duduk.
Sambil duduk,
wanita tersebut membaca buku yang baru saja dibelinya. Dalam keasyikannya
tersebut, ia melihat lelaki di sebelahnya dengan begitu berani mengambil satu
atau dua dari kue yang berada di antara mereka berdua. Wanita tersebut mencoba
mengabaikan agar tidak terjadi keributan. Ia membaca, mengunyah kue dan melihat
jam. Sementara si Pencuri Kue yang pemberani menghabiskan persediaannya. Ia
semakin kesal sementara menit-menit berlalu. Wanita itupun sempat berpikir
“kalau aku bukan orang baik sudah kutonjok dia!” Setiap ia mengambil satu kue,
si lelaki juga mengambil satu.
Ketika hanya satu
kue tersisa, ia bertanya-tanya apa yang akan dilakukan lelaki itu. Dengan
senyum tawa di wajahnya, si lelaki mengambil kue terakhir dan membaginya dua.
Si lelaki menawarkan setengah miliknya sementara ia memakan yang setengahnya
lagi. Si wanita pun merebut kue itu dan berpikir, “ya ampun orang ini berani
sekali”. Belum pernah rasanya ia begitu kesal.
Ia menghela napas
lega saat penerbangannya diumumkan. Ia pun mengumpulkan barang miliknya dan
menuju pintu gerbang, menolak untuk menoleh pada si Pencuri Tak Tahu Terima Kasih.
Kemudian ia naik pesawat dan duduk di kursinya lalu mencari bukunya yang hampir
selesai dibacanya. Saat ia merogoh tasnya, ia menahan napas dengan kaget. Di
ditu ada kantong kuenya, di depan matanya. Jadi sejak tadi itu yang ia makan
adalah kue milik lelaki itu, dan lelaki itu mencoba berbagi. Terlambat untuk
minta maaf.
Mungkin kejadian di
atas sering terjadi dalam kehidupan kita. Kita selalu menganggap diri kita
benar dan menilai orang lain dengan cara yang kita inginkan. Paradigma yang
salah tentang orang lain membuat kita tidak akan pernah bisa melihat hal yang
baik dari dirinya. Oleh karena itu, marilah kita mengubah paradigma kita
tentang diri sendiri dan orang lain. Ubahlah kacamata yang kita pakai untuk
melihat dunia. Gantilah lensanya, maka semuanya akan berubah. :-)
RUTH WARNY GEA
XI IPA 1
Web/blog : .....
KOMENTARI "PARADIGMA"
0 komentar:
Posting Komentar