
Sebelum aku
melanjutkan ceritaku ini, aku akan memperkenalkan diri terlebih dahulu. Namaku
Haris, biasanya dipanggil Haris karena namaku memang Haris. Aku merupakan yang
paling cerdas di bidang akademik di kelompok kami. Aku suka menggunakan
kacamata dan merenungi nasib. Sebenarnya sifatku pendiam dan selalu santai
dalam menghadapi sesuatu, tetapi ketika bersama anggota kelompok “Sap!” aku
menjadi liar tidak terkendali. Walaupun lumayan pintar, aku sangat bodoh dalam
pengetahuan umum, akibatnya aku selalu bengong ketika berbicara dengan orang
lain sehingga aku di juluki “Polos”, hina sekali diriku ini. Banyak yang bilang
aku tidak pernah marah, padahal tanda-tanda aku lagi marah adalah aku diam
tanpa ekspresi dalam jangka waktu yang cukup lama, mudah-mudahan kalian bisa
sadar setelah membaca karyaku ini, karena biasanya saat aku marah, anggota
“Sap!” yang lain malah menyorakiku dan mengelilingiku seperti baru menemukan
makhluk hidup spesies baru yang terkadang disertai adegan pukul-pukulan. Kurasa
cukup sampai sini perkenalannya, soalnya aku belum menemukan jati diriku yang
sebenarnya, jadi mari kita lanjutkan!!
“Selamat pagi Bernat!!!”
aku menyapa Bernat lalu melewatinya tanpa membiarkannya untuk menjawab dan
langsung masuk kedalam kelas untuk menaruh tas, lalu aku kembali menghampirinya
dan berkata “Selamat pagi Bernat!!!”. Dia bingung harus menjawab apa, terjadi
hening yang cukup lama saat itu sampai akhirnya Agung datang menghampiri kami. Agung
adalah ketua kelas kami, namun dia tidak satu kelompok dengan kami, dia terlalu
normal untuk masuk kelompok kami. “Selamat pagi!” sapa Agung dengan senyumnya
yang khas, karena enek melihat senyumnya aku mengalihkan pembicaraan dengan
mengatakan “Mana si Brian?”. “Seperti biasa, masih belum datang” kata Bernat
sambil mengangkat kedua tangannya sambil geleng kepala, sepertinya dia sudah
tidak kuat berada di dunia lain.
Brian, ya Brian,
namanya memang Brian bukan Bambang Suherman. Brian adalah salah satu anggota
kelompok “Sap!” yang paling rendah jabatannya, aku bahkan sudah menganggapnya
sebagai pembantu di kelompok kami. Karena jabatannya paling rendah, dia selalu menjadi
bahan hinaan dan siksaan kami. Brian sangat mudah emosi dan sangat cerewet,
tetapi sangat mudah mengalahkannya dalam adu mulut dan adu suit. Brian orangnya
ceria dan lumayan pintar untuk orang-orang bodoh. Dia selalu datang tepat waktu
ke sekolah, yaitu saat bel berbunyi. Walaupun dengan berbagai kekurangan, Brian
merupakan sumber informasi yang sangat up to date terutama tentang bola, dia
juga anak yang baik karena mau disuruh-suruh walau pun kadang-kadang minta
imbalan dan yang paling penting dia merupakan anak yang rajin, dia selalu
datang tepat waktu saat kerja kelompok terlebih lagi kalau ada rencana main
game setelah kerja kelompok.
Setelah
beberapa saat berbincang-bincang dengan Agung dan Bernat yang gak jelas
membicarakan apa, Rasyid datang dari kejauhan sambil membawa helm yang
digenggam erat ditangannya, sepertinya dia sudah siap untuk tawuran nanti sore
melawan anak TK. Rasyid merupakan orang kedua terpintar dalam bidang akademik
dikelompok kami. Dia sangat pandai matematika dan pura-pura mati alias
berbohong. Kemampuannya dalam matematika sungguh luar biasa, aku tidak bisa
mengalahkannya. Apalagi dalam mengendarai sepeda motor, dia sangat pandai
melewati kendaraan yang diparkir dipinggir jalan. Dengan kemampuan yang luar
biasa tersebut, dia sudah seperti tukang ojek langgananku karena selalu
mengantarku pulang kerumah secara cuma-cuma alias gratis. Kebiasaannya yang
paling aneh adalah menabrak dinding dan pintu bahkan terjatuh dan terpeleset
dilantai karena terlalu liar. Walaupun terkadang di buat-buat, kebiasaannya itu
telah membuatnya berhasil membuat kaki dan tangannya terkilir dan mematahkan
tulang-tulang ayam yang biasanya disajikan bersama misop.
“Hai
teman-teman!” sapa Rasyid sambil tersenyum lebar. Kami semua diam sambil
melihatnya dengan tatapan sadis dan senyum sinis. Karena tiga anggota “Sap!”
sudah berkumpul, Agung memutuskan untuk pergi demi keselamatan nyawanya dan
harga dirinya karena kami biasanya melakukan tindakan anarkis pada orang lain.
Sebagai contoh, kami pernah marah-marah kepada seorang guru sambil membanting
benda yang ada disekitar kami termasuk membanting si Brian, saat itu guru
tersebut berada 10 meter di depan kami. Bukan hanya anarkis, kelompok “Sap!”
sangatlah kreatif, kami selalu menggunakan benda-benda yang ada disekitar kami
untuk bercanda walaupun berakhir dengan keributan massal.
Setelah si Agung
pergi, kami bertiga berbincang-bincang di depan kelas dan tanpa sadar kami
sudah berada di depan tangga. “Hei minggir!!!” teriak salah seorang kakak kelas
yang membuyarkan pandangan kami. Kami hanya bisa menurut agar tidak terjadi
adegan kejar-kejaran dimana kami dikejar kakak kelas karena buang air kecil di
dalam botol minuman mereka. Tetapi untung saja kakak-kakak kelas itu datang,
kalau tidak... bisa saja kami sudah berada di kantor bapak kepala sekolah dan
buang air kecil disitu, kalian pasti bisa membayangkan apa yang bakalan
terjadi. Kami akhirnya resmi menjadi penunggu di tangga tersebut. Karena memang
sudah gila atau apa, kami memutuskan untuk menunggu si Brian di tangga itu.
Namun sayang, yang datang bukan Brian melainkan anggota kelompok kami yang
paling gemulai dan paling bijak. Namanya Ian, keahliannya adalah seks, bukan
melakukannya!!! Tetapi dia mengetahui selak beluk mengenai seks, seperti
penyakit kelamin, dll. Dia bahkan bercita-cita menjadi dokter spesialis kulit
dan kelamin yang sangat cocok dengan kemampuannya. Dia sangat pandai di mata
pelajaran astronomi dan mencari masalah dengan guru. Dia juga hebat dalam
membuat kopean dan berbahasa inggris. Ian merupakan anak yang rajin, walaupun
demikian dia adalah anggota yang jarang ikut dalam kegiatan tertentu kelompok
“Sap!”. Tempat faforitnya adalah wc, tiada hari tanpa wc baginya, dia bahkan
mengajak kami kesana untuk menemaninya dan aku sangat malas untuk pergi kesana,
kalian pasti mengerti apa maksudku kan?
Tiba-tiba saja
dia memberiku uang Rp 50.000,00. “Ris, beli baju yang kemarin ya!” katanya padaku
dengan wajah sok imut yang justru membuatku ketakutan. “Kau beli aja lah”
jawabku dengan wajah malas, “Ae, malu aku” katanya dengan wajah yang lebih sok
imut yang membuat bulu kudukku keriting. Untuk menyelamatkan nyawa sendiri aku
mengatakan “Aku juga malu” sambil melotot. “Kau beli gak!!!!” katanya dengan
suara cowoknya (Ian = Cowok), “Gak” jawabku sambil membusungkan dada kedepan
dan membusungkan pantat kebelakang serta dengan tatapan melotot, rupanya aku
kentut saat itu. Ian pun marah dan adegan kejar-kejaran tidak bisa dihindarkan
lagi. Kami kejar-kejaran mengelilingi kelas dan tiang di depan tangga, adegan
ini sangat mirip di film-film india, untuk bukan film laga, kalau film laga
kami pasti kejar-kejaran sambil menaiki elang.
“Gini aja,
pergi kita sama-sama” kataku sambil ngos-ngosan, “Ok lah, tapi ikut si Rasyid!”
jawab Ian dengan nada kesal. “Kok aku di bawa-bawa? Memangnya kita mau kemana?”
kata Rasyid dengan curiga karena takut kami akan menculiknya. Untuk mencegah
Rasyid bertanya yang tidak-tidak seperti “Ini dimana? Aku dimana? Siapa aku?,
dll” aku mengatakan dengan santai “Sudahlah ikut aja, nanti pas pulang kita
kerumahku”. Rasyid hanya bisa mengangguk karena jabatannya lebih rendah dariku
(Jabatan = Umur). Ian pun pergi meninggalkan kami dan menuju teman-temannya
yang lain yang wanita semua. Kami tinggal bertiga, kesepian, tidak ada yang mau
menghibur kami, Brian yang kami tunggu tak kunjung datang juga. Mata kami mulai
merah, air bercucuran dimana-mana diwajah kami, panas sekali saat itu.
“Gini aja, kita
tengok dia di tempat parkir, mungkin dia jadi tukang parkir” kataku yang entah
dari mana dapat pikiran seperti itu. “Ia juga ya, OK ayo ke tempat parkir!!”
jawab mereka dengan semangat 45, mereka benar-benar bodoh sama sepertiku. Baru
beberapa langkah kami berjalan, kami terdiam saat melihat Ibu K menuju tempat
parkir, Ibu K merupakan wali kelas kami saat kelas X. Rasyid yang entah
kerasukan apa menjadi diam tak bergerak sama sekali, Bernat ikutan diam, aku
juga ikutan diam, anehnya Ibu K juga diam sambil memandangi kami, sepertinya
inilah bukti rasa kekerluagaan antara Ibu dan Anak. Terjadi hening beberapa
saat, aku berbalik badan dan tersentak kaget saat melihat mata bernat yang
putih semua, sepertinya Bernat akan berubah menjadi Underbernat lalu menggali
lubang.
Untuk masa
depan yang lebih cerah, aku tertawa, Bernat tertawa, Rasyid ikutan tertawa, Ibu
K diam. Kami malah tertawa lebih keras sambil berputar-putar dan mengelilingi
sebuah pohon yang kami kira odong-odong. Setelah lelah, kami kembali melihat
Ibu K sambil melotot dan mulut menganga, kami sangat mirip trio ikan mas
kesetrum. Ternyata Ibu K masih diam melihat kami, keringat mulai bercucuran di
kepala kami.
“Ngapain kalian
Ris?” tanya Ibu K sambil menggaruk-garuk tangannya, sepertinya dia baru di
gigit nyamuk anopheles. Karena panik, spontan aku menjawab “Mencari si Brian
bu!”. Keadaan semakin memburuk saat Ibu H datang dan mengajak Ibu K ke kantor
guru yang berarti mereka akan melewati kami. Mereka semakin dekat, semakin
dekat, jarak kami tinggal 1 milimeter.......tidak, itu terlalu dekat, yang
benar saat itu mereka berada tepat dihadapan kami. Agar kami tidak dikutuk jadi
batu asah, kami pun pura-pura menjadi anak baik dan menyalam mereka dengan
senyum yang melebihi lebar wajah kami, untung saja Ibu K tidak marah saat itu.
Kami kembali
menunggu Brian dengan sabar dan lebih tenang, kami berusaha agar tidak agresif
lagi. Akhirnya bel berbunyi dan seperti yang kami duga sejak awal Brian datang
saat bel berbunyi. Sungguh ajaib anak ini, selalu datang saat bel berbunyi.
Kami pun menuju depan kelas dan menunggunya di sana, saat dia tinggal 2 meter
di depan kelas, kami langsung berlari menghampirinya. Adegan ini hampir mirip dengan
kisah seekor anjing yang telah berpisah dengan majikannya dalam waktu yang lama
dan akhirnya bertemu kembali, bedanya yaitu pertemuan kami dengan Brian
disertai adegan pukul-pukulan.
Hari kedua MOS
sangat menyenangkan, kami menghabiskan waktu dengan tertawa dan tertawa histeris
yang menyebabkan aku dehidrasi karena kekurangan air ludah. Saat sampai
dirumah, aku merenung....ternyata aku haus dan lapar, jadi memutuskan untuk
tidur. Kesimpulan cerita ini adalah jangan pernah menunggu si Brian datang dan
jangan suka mengganggu guru, serta jangan banyak tertawa saat puasa!!
HARIS BAHRI PERMADI ZEBUA
XI IPA 1
Web/blog : ...
KOMENTARI "Menanti Brian"
0 komentar:
Posting Komentar