Tak
terasa sore menjelma senja, sajikan panorama langit berwarna jingga, bersambut
semilir angin yang mulai menggetarkan bulu rona. Nuansa hari ini tak sejernih
kemarin sobat, saat senyum dan candamu masih terukir di tanah ini. Masih
terbayang jelas dalam ingatan ini tentang dialog terakhir kita di malam itu.
Kalimat
darimu yang masih ku ingat “Suatu saat keadaan akan berubah, kita takkan
menjadi orang yang diremehkan lagi, tak ada yang tak mungkin di dunia ini,
meski harus melewati cobaan yang berat, kita menghirup udara yang sama,
merasakan terik matahari dan dingin malam yang sama, kita juga berpeluang
meraih kejayaan pada saatnya nanti” ujarmu. Itu perbincangan terakhir beberapa
saat sebelum kita berpisah.
Karena
hari sudah mulai gelap, aku pun beranjak dari halaman rumahmu yang kini nampak
sepi.
Perkenalkan,
namaku Arya dan dia adalah sahabatku, Fandi. Kami tinggal di sebuah
perkampungan kecil di Kota Yogyakarta. Kami adalah sahabat yang tumbuh bersama,
tak terhitung suka duka yang pernah kami bagi, sejak kecil sampai penghujung
masa remaja. Sampai akhirnya kami lulus SMA, dan Fandi memutuskan untuk
merantau ke kota, sedangkan aku melanjutkan kuliah karena desakan Orangtua.
Tak
hanya sahabatku yang pergi, bersamaan dengan itu aku juga kehilangan kekasih.
Ikatan yang kami jalin selama kurang lebih dua tahun harus berakhir, karena dia
lebih memilih pasangan yang lebih mapan dariku, sebuah hal yang kuanggap wajar
walaupun menyakitkan. Itu adalah masa yang cukup berat bagiku, kehilangan dua
sumber energi yang cukup berpengaruh di tengah proses pendewasaanku.
Seiring
masa-masa sulit yang kujalani, ternyata membuat kehidupanku berubah drastis,
terutama dalam sifat dan keseharianku. Aku mulai menyadari hal-hal yang
dianggap sebagian anak remaja, bengal dan liar itu menyenangkan, kini kurasa
mulai membosankan.
Ada
hal lain yang membuatku tertantang, yakni tentang komitmen, yakni apa yang ku
kejar dalam hidup, serta prinsip, bagaimana caraku memegang kendali atas tujuan
hidupku.
Aku
bukan lagi anak laki-laki yang bersenang-senang di tengah taman bermain. Tapi
Pria yang berada di tengah medan pertempuran, menahan dan membangun serangan.
Hidup dari satu tantangan ke tantangan berikutnya.
Selepas
kuliah, kini aku bekerja di salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri di kota
kelahiranku, sebagai tenaga pendidik mata pelajaran Seni musik, sesuai mata
kuliah yang kuambil.
Delapan
tahun berselang, sahabatku Fandi kembali sebagai seorang pengusaha garment di
Kota Surabaya, sungguh kabar yang menggembirakan.
Di
malam dengan suasana yang seakan sama dengan malam terakhir kami berpisah, kami
berceloteh dan mengenang kembali masa lampau, bercanda dan tertawa renyah tanpa
beban yang dulu sempat mengusik.
Di
penghujung malam, aku meralat ucapan yang pernah dia katakan “Kita memang
mendapat anugerah yang sama sebagai umat manusia, hal yang membuat kita beda
adalah lantunan doa serta komitmen dan prinsip yang kita pegang, ya gak Fan?!”
Dia hanya tersenyum, dan kami pun kembali tertawa bangga di sela perbincangan.
IVANNY ELLEN AGUSVY TANJUNG
XI IPA 1
Web/blog : ....
KOMENTARI "Sesuatu Yang Berbeda"
0 komentar:
Posting Komentar